Saturday, February 7, 2009

Etika Politik Caleg

Menjelang Pemilu 2009 yang tinggal beberapa bulan lagi, sebuah pertanyaan menarik yang muncul adalah, Apa yang harus dilakukan oleh seorang caleg (calon legislatif) ketika akan mencalon diri menjadi anggota legislatif pada pemilu 2009 yang akan datang? Menunggu berkah dari kemenangan Partai, tanpa kontribusi apapun? Menggalang massa sejak dini melalui pembentukan simpul-simpul atau kantong-kantong suara di setiap daerah pemilihan (dapil)? Atau mengumpulkan “gizi” untuk digunakan sebagai money politic terhadap masyarakat?

Terlepas dari pilihan masing-masing caleg, terhadap tiga pertanyaan diatas, paling tidak mereka akan dihadapkan pada sebuah nilai etis yang berlaku dimasyarakat dan harus dijaga serta ditaati, sehingga kualitas dari Caleg dan Parpol yang terlibat dalam hajat Pemilu 2009 tidak tercoreng. Seorang caleg harus menjaga nilai-nilai etis tersebut karena hal tersebut menyangkut tindakan politik yang dilakukan. Artinya bahwa tindakan politik caleg dan parpol diperlukan untuk memelihara keharmonisan dalam pergaulan politik. Suatu tindakan politik yang tidak etis dan mengganggu keharmonisan politik, serta tidak adanya etika dalam tindakan politik, bukan saja menjadikan sopan santun hilang dari tingkah laku berpolitik, tetapi juga dapat menciptakan keadaan menjadi tidak tertib bahkan secara internal partai politik tertentu akan melahirkan polarisasi bahkan bisa menciptakan konflik partai politik.

Etika atau moral atau kesopanan adalah tata cara seseorang untuk bersikap kepada sesama (orang lain). Tata cara ini sangat berhubungan erat dengan nilai-nilai yang diyakini oleh orang tersebut. Artinya jika lingkungan orang tersebut bebas dari nilai, maka dapat dipastikan akan menyimpang dari aturan-aturan sopan santun. Juga dapat dikatakan bahwa Etika atau sopan santun adalah salah satu norma yang terdapat dalam masyarakat. Misalnya tidak mungkin rasa hormat dan harga menghargai timbul dari orang yang pola tingkah lakunya menyimpang dari nilai yang lazim dan dianut oleh lingkungan sosialnya. Orang yang tidak memiliki nilai dalam hidupnya akan melakukan apa saja sesuai dengan keinginan hatinya. Etika bertolak dari internal pribadi dan lingkungan sosial.

Etika yang dianut oleh seseorang bergantung pada nilai yang ia peroleh sejak kecil dalam lingkungan keluarga dan lingkungan sosialnya. Setiap komunitas sosial politik bukan saja bersentuhan dengan norma etika atau kesopanan, tetapi juga bersentuhan dengan norma-norma lainnya. Yaitu; pertama Norma Agama, norma ini merupakan aturan-aturan yang berasal dari Ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Norma agama didasarkan pada kitab suci. Dalam kitab suci terdapat sanksi-sanksi, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal. Secara horizontal sanksi tersebut berasal dari masyarakat bahkan dari hukum Negara dan sanksi vertikal tersebut berasal dari Tuhan, dan hal ini benar-benar telah diyakini oleh semua orang beriman. Kedua Norma Hukum, ini merupakan kaedah hukum yang menjadi patokan untuk bertingkah laku agar tercipta kehidupan yang tertib, aman dan adil. Hukum dalam arti undang-undang mengandung perintah dan larangan. Bagi yang melanggar perintah dan larangan itu akan mendapatkan sanksi hukum.

Ketiga Norma Kesusilaan. Ini merupakan peraturan-peraturan hidup yang berasal dari hati nurani manusia. Ia menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, berdasarkan bisikan suara hatinya. Dengan norma susila ini setiap orang dan kelompok sosial dapat menentukan mana perbuatan yang baik dan mana yang tidak baik. Misalnya, dilarang melecehkan orang lain, melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan didepan umum dan mengambil barang yang bukan haknya.

Etika Partai Politik dalam Pemilu

Menurut Deliar Noer (2002: 112), untuk menciptakan kondisi politik yang kondusif, maka masing-masing partai politik diharapkan mampu mengembangkan kerukunan, persaudaraan dan kesamaan dalam berkiprah sebagai bagian dari kekuatan masyarakat. Dengan menciptakan kondisi seperti itu maka ketidakamanan, kerusuhan, kekerasan dan perkelahian yang banyak melanda negeri ini akan dapat dieliminir secara natural, tanpa perlu pemerintah bertindak represif menanggulanginya.

Disamping itu, partai politik juga harus mampu menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang akan mengganggu stabilitas politik, khususnya disaat dilangsungkannya pesta demokrasi Pemilu misalnya, yaitu dengan bersikap sebagai berikut; pertama, dilarang menghina partai lain atau menawarkan bantuan uang atau menawarkan bantuan lain untuk memperoleh pengikut atau menolak partai lawan atau yang tidak disenanginya ataupun memprovokasi masyarakat untuk tidak ikut memilih. Kedua, partai hendaknya menerima dengan rela hasil pemilu yang diselenggarakan dengan jujur dan adil; ketiga, partai hendaknya dapat secara sinergis membantu panitia pemilu sehingga pekerjaan-pekerjaan panitia dapat berjalan dengan lancar; dan keempat hendaknya tidak berusaha untuk mendapatkan bantuan atau dukungan dari pegawai negeri manapun (PNS/TNI/Polri) untuk memajukan atau menghalangi pemilihan seseorang calon dalam pemilu.

Etika Politik Caleg

Sebagaimana yang pernah diulas dimuka, bahwa agar tetap survivel ditengah-tengah masyarakat dan menjadi pilihan pertama, Partai Politik beserta seluruh jajarannya, anggota, caleg, pengurus harus dapat membangun dan mengembangkan etika politik yang santun, bersih, jujur, dan bertindak rasional. Etika politik harus dijadikan sebagai basic needs setiap caleg Partai dalam melaksanakan misi perjuangan Partai Politiknya. Etika politik harus menjadi pedoman utama setiap caleg, yaitu politik santun, cerdas, dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan Partai dan golongan. Tidak semestinya caleg memprovokasi masyarakat yang sudah jatuh miskin dengan tindakan-tindakan yang memancing kekerasan di kalangan masyarakat. Secara eksternal seorang caleg harus menghindari kekerasan, intimidasi, suap-menyuap, manipulasi, pembohongan publik, dan pemaksaan kehendak terhadap konsituen pemilih dalam pemilu. Sebaliknya caleg harus menjadi teladan dan panutan. Jangan sampai keinginan berkuasa, memperebutkan pengaruh justru mengorbankan rakyat kecil. Kekuasaan uang (money politic) dan kekerasan harus dicegah untuk menuju demokratisasi sejati.

Akhirnya, kualitas Pemilu 2009 akan sangat bergantung dan ditentukan oleh sejauhmana Komitmen Caleg dan Partai politik dalam mengaktualisasikan nilai-nilai dalam etika politik yang sudah disepakati, disamping juga bergantung pada sistem yang ditetapkannya. Sistem akan berjalan dengan baik seandainya pemegang mandat penegakan sistem mampu menjalankan amanahnya serta mendapat dukungan dari masyarakat. ***



[1] Direktur Eksekutif The Sultan Center (TSC), & tulisan ini telah dimuat di Harian Baraya Post, 31 Januari 2009

No comments: