Sunday, November 21, 2010

Idul Adha dan Kepedulian Sosial


Oleh : Achmad Rozi El Eroy
(Direktur Eksekutif The Sultan Center)

Secara etimologi, qurban atau kurban berarti mendekatkan diri. Secara terminologi kurban berarti berjuang secara benar atas dasar takwa dan sabar, baik harta, tenaga, maupun jiwa dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah serta memperoleh keridhaan-Nya. Kerapkali harta, tenaga, dan jiwa menjadi ‘korban’, belum menjadi ‘kurban.’ Hal ini lantaran dikeluarkannya bukan atas dasar takwa, sabar, dan ikhlas karena Allah.

Dalam Ibadah kurban, juga bukanlah semata-mata rangkaian ritual yang hanya berdimensi spiritual. Ibadah Kurban tidak semata-mata upacara penyembelihan, tetapi merupakan ibadah yang menempa diri menjadi seorang yang berakhlak mulia. Kesempurnaan ibadah dapat diraih apabila persyaratan formal –syariahnya terpenuhi dan tumbuhnya akhlak sebagai manifestasi dari ibadah. Secara formal-syar’iyyah, ibadah Kurban yang kita laksanakan haruslah memenuhi beberapa persyaratan.

Pertama, secara fisik hewan Kurban yang disembelih adalah binatang ternak yang sehat, sempurna jasadnya dan cukup usianya. Kedua, penyembelihan dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya sehingga hewan yang disembelih tidak tersiksa. Ketiga, daging kurban harus dibagikan kepada orang-orang miskin. Keempat, dan ini yang paling penting, Kurban dilaksanakan dengan ikhlas karena iman dan taqwa kepada Allah. Hal itu ditegaskan dalam Al-Qur’an surah (22 : 36-37).

Disamping nilai spiritualnya, Kurban memiliki nilai-nilai sosial-kemanusiaan yang luhur. Pertama, Kurban mengajarkan kepada kita untuk bersikap dermawan, tidak rakus dan kikir. Kurban mendidik kita untuk peduli dan mengasah sikap sosial. Seseorang tidak pantas kenyang sendirian dan bertaburan harta, sementara banyak sesama manusia membutuhkan bantuan dan uluran tangan. Persyaratan hewan Kurban yang sangat ketat sesungguhnya merupakan tuntunan agar kita memberikan yang terbaik untuk sesama. Sebagaimana Firman Allah (Qs. 3: 92).

Kedua, secara simbolis Kurban mendidik kita untuk membunuh sifat kebinatangan. Diantara sifat-sifat kebinatangan yang harus kita kubur adalah sikap mau menang sendiri dan berbuat dengan hanya dibimbingan nafsu. Manusia adalah makhluk yang paling utama. Tetapi jika tingkahlakunya dikuasai nafsu, maka pendengeran , penglihatan dan hati nuraninya tiada bergunan. Jika sudah demikian, maka jatuhlah derajat kemanusiaannya, bahkan lebih hina dibandingkan dengan binatang. Dalam Al-Qur’an digolongkan sebagai orang-orang yang lalai. (Qs. 7: 179).

Ketiga, Kurban mengingatkan kita agar senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai, harkat dan martabat kemanusiaan. Digantinya Ismail dengan domba menyadarkan kita bahwa mengorbankan manusia di atas altar adalah perbuatan yang dilarang Allah. Ibadah yang kita laksanakan harus menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak manusia. Bahkan, hewan kurban yang akan disembelihpun harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang. Karena itulah, maka perbuatan semena-mena, keji dan kejam sangant dilarang oleh Islam. Dalam pandangan Islam, membunuh sesama manusia tanpa dasar yang benar sama nilainya dengan membunuh seluruh umat manusia, (Qs. 5: 32)

Mengurai Hikmah Idul Qurban

Setiap ibadah pasti ada hikmahnya, meskipun tidak semua orang dapat mengetahui hikmah tersebut melalui penalaran akal pikirannya. Hanya Allah sendiri yang mengetahui rahasia dan hikmah seluruh ajaran agama yang diturunkan-Nya. Hikmah-hikmah Allah sendiri tersebut ada yang diungkap dalam kitab suci Al-Quran atau sunnah Rasul, ada pula yang tidak disinggung sama-sekali. Bagian hikmah yang tidak disinggung ini, hanya dapat diketahui dan dihayati oleh kalangan tertentu, yang dalam Al-Quran dinamakan Arrasikhuuna fil-‘ilmi, yakni mereka yang kuat imannya dan kelebihan ilmu oleh Allah, yang tidak diberikan kepada orang lain (QS Ali Imran, 3:7)

Di antara hikmah ibadah Qurban, ialah untuk mendekatkan diri atau taqarrub kepada Allah atas segala kenikmatan yang telah dilimpahkan-Nya yang jumlahnya demikian banyak, sehingga tak seorangpun dapat menghitungnya (QS Ibrahim, 14:34). Hikmah selanjutnya adalah dalam rangka menghidupkan sunnah para nabi terdahulu, khususnya sunnah Nabi Ibrahim, yang dikenal sebagai Bapak agama monoteisme (Tauhid), Ibadah qurban berasal dari pengurbanan agung yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim terhadap puteranya yang emenuhi perintah Allah. Allah sangat menghargai dan memuji pengurbanan Nabi Ibrahim yang dilandasi oleh iman dan takwanya yang tinggi dan murni, kemudian mengganti puteranya Ismail yang akan dikurbankan itu dengan seekor hewan domba yang besar (QS Ash-Shaffat, 37:107).

Dan hikmah berikutnya adalah dalam rangka menghidupkan makna takbir di Hari Raya Idul Adha, dari tgl 10 hingga 13 Dzul-Hijjah, yakni Hari Nasar (penyembelihan) dan hari-hari tasyriq. Memang Syari-at agama kita menggariskan, bahwa pada setiap Hari Raya, baik Idul Fitri ataupun Idul Adha, setiap orang Islam diperintahkan untuk mengumandangkan takbir.

Di samping itu semua, Hari Raya Qurban pun merupakan Hari Raya yang berdimensi sosial kemasyarakatan yang sangat dalam. Hal itu terlihat ketika pelaksanaan pemotongan hewan yang akan dikorbankan, para mustahik yang akan menerima daging-daging kurban itu berkumpul. Mereka satu sama lainya meluapkan rasa gembira dan sukacita yang dalam. Yang kaya dan yang miskin saling berpadu, berinteraksi sesamanya. Luapan kegembiraan di hari itu, terutama bagi orang miskin dan fakir, lebih-lebih dalam situasi sulit saat ini, sangat tinggi nilainya, ketika mereka menerima daging hewan kurban tersebut.

Secara verbal dan normatif ritual haji dan Kurban adalah bukti kepedulian Islam dan pemeluknya kepada kaum dhuafa, fakir miskin, wong cilik, dan mereka yang tertindas. Menurut Jalaludin Rakhmat, ibadah kurban mencerminkan pesan Islam: “Anda mendekatkan saudara-saudara Anda yang kekurangan. Dengan berkurban berarti kita dekat dengan mereka yang fakir. Bila Anda memiliki kenikmatan, Anda disuruh berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila puasa, Anda merasakan lapar seperti orang miskin. Maka ibadah kurban mengajak mereka untuk merasakan kenyang seperti Anda”.

Menurut Prof Dr Komaruddin Hidayat, menyembelih hewan hanyalah makna simbolik dari kurban. Makna sesungguhnya adalah bagaimana kita menyembelih ego, sifat rakus, cinta berlebihan terhadap harta dan jabatan atau kekuasaan. Itulah mengapa hingga hari ini negara tercinta ini terus dilanda krisis yang berkepanjangan, karena para pejabat dan elit negeri ini tidak mau berkurban. Kalaupun ada yang berkurban pastilah selalu dikaitkan dengan keuntungan politik mereka.

Kata qurban itu berasal dari bahasa Arab qaraba-yuqaribu-qurbanan-qaribun, yang artinya dekat. Dengan begitu, sahabat karib berarti teman dekat. Makna kurban dalam istilah Islam berarti kita berusaha menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi upaya mendekatkan kita pada Tuhan. Penghalang mendekatkan itu adalah berhala dalam berbagai bentuknya, seperti ego, nafsu, cinta kekuasaan, cinta harta-benda dan lain-lainnya secara berlebihan.

Dalam konteks Idhul Adha, pesan mendasar dalam perintah tersebut adalah agar manusia tidak sesat dalam menjalani hidup. Untuk itu, harus selalu menjalin kedekatan dengan Tuhan dan merasakan kebersamaan dengan-Nya setiap saat. Karena manusia mudah sekali teperdaya oleh kenikmatan sesaat yang dijumpai dalam perjalanan hidupnya, maka Allah memberikan metode dan bimbingan untuk selalu melihat kompas kehidupan berupa salat dan zikir agar kapal kehidupan tidak salah arah.

No comments: