Saturday, October 30, 2010

NeoLiberalisme

Oleh: Asep Koswara 
(Direktur Kajian Politik dan Strategi The Sultan Center) 

Neoliberalisme merupakan filosofi yang lahir pada abad 20-an. Prinsip pokok dari neoliberalisme adalah pasar dan perdagangan bebas. Neoliberalisme memandang bahwa kapitalisme dapat ditandai dengan adanya pasar, tanpa pasar tidak ada kapitalisme. Keyakinannya, bahwa pasar merupakan  sebuah ruang fisik atau ruang bagi orang-orang yang akan menjual atau menukarkan  sesuatu. Meminjam pemikirannya Peter L. Berger, (1986:19) bahwa kapitalis neoliberal merupakan kegiatan produksi yang diorientasikan untuk kepentingan pasar dan dilakukan oleh individu atau bersama-sama dengan tujuan memperoleh laba sebanyak-banyakya.


Di Indonesia paham ekonomi neoliberal semakin hari bertambah subur pasca kejatuhan Soeharto, masifikasi neoliberalisme tidak terbendung dimana lembaga donor yang dimotori oleh IMF dan Bank Dunia intervensi langsung dengan mengeluarkan kebijakan makro ekonomi dan reformasi structural yang meliputi perdagangan luar negeri, deregulasi, privatisasi dan banyaknya investasi  dan perusahaan asing yang menguasai asset-aset nasional. Kebijakan-kebijakan neoliberalisme terus berlanjut menguasai setiap denyut perekonomian Indonesia. Bagimana tidak, bangsa Indonesia   sampai pada pemerintahan sekarang sangat sulit untuk tidak mengambil kebijakan publik yang berlawanan dengan Neoliberalisme Tak heran jika ada beberapa pengamat ekonomi nasional yang meramalkan bahwa di era pemerintahan SBY, neoliberalisme tengah memasuki masa kejayaannya di Indonesia.

Mencengkram Cilegon
Akhir-akhir ini masyarakat Cilegon di gegerkan dengan rencana PT Krakatau Steel (KS) yang akan membangun pabrik  baja hasil kerja sama dengan Korea Pohang Iron and Steel Corporation (Posco). Meskipun rencana tersebut banyak ditolak oleh masyarakat karena  akan menggunakan lahan kubangsari yang oleh pemda akan di proyeksikan untuk pembangunan pelabuhan Cilegon. Namun KS tidak mengendurkan niatnya dengan dalih telah mengantongi izin penggunaan lahan dan memperoleh dukungan dari presiden, triakan dan aspirasi masyarakat setempat dianggap angin lalu. Setali tiga uang meskipun masyarakat cilegon menggelar protes kepada pihak yang terkait di Jakarta. Namun tidak sedikitpun mendapat sinyal positif yang jelas kabar kekecewaan yang didapat, pada waktu dekat pembangunan pabrik akan segera dilaksanakan dengan mengundang wapres yang beberapa waktu lalu santer diberitakan pro neolib. Semakin menegasikan bahwa  neoliberalisme kini mencengkram Cilegon.

Agenda ekonomi liberaldi Cilegon menurut hemat penulis bukan sesuatu yang aneh karena dari beberapa tahun sebelumnya juga memang KS pernah di gadang-gadang akan di privatisasi. Terlebih melihat Kota Cilegon memiliki daya tarik tersendiri  bagi para investor  perusahaan multinasional (MNC) untuk menanam sahamnya diberbagai perusahaan di Cilegon. Secara kuantitatif modal asing yang masuk ke Cilegon pada tahun 2005 tersebar di 71 perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha  logam, kimia dan jasa dengan total Nilai Investasi US,$249,341,849,743 (Deperindag 2005). Bahkan pada Tahun 2008 tercatat penanaman modal asing (PMA) yang masuk ke Cilegon sebesar Rp 61,4 triliun, sedang untuk PMDN sebesar Rp 15,8 triliun. Fakta ini  membuktikan bahwa Kota Cilegon masih menjadi pusat ekspansi perusahaan asing.

Jika merujuk pada  pemikirannya   Puji Rianto, (2006:71) Munculnya  perusahaan – perusahaan Asing di Indonesia termasuk gencarnya penanaman modal asing  di Kota Cilegon   bukan semata-mata hanya  tujuan ekspansi  MNC  akan tetapi konsolidasi  sehingga menjadi kekuatan yang hegemonic yang total kekayaan mereka melebihi GNP beberapa Negara di dunia.

Lantas apa keuntungan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar dimana perusahaan asing beroprasi. Sejahterakah, penganggurankah, kerusakan lingkungan kah. Menurut hemat penulis  ekonomi neoliberal hanya akan melahirkan ketimpangan social. Merujuk fakta dilapangan eksistensinya lebih menguntungkan kapitalisme global. Perusahaan dimana mayoritas sahamnya dikuasai asing akan melahirkan ketimpangan antara perusahaan dan lingkungan dimana perusahaan beroprasi.  logikanya adalah hanya untung dan untung padahal masyarakat setempat terutama yang berada di zona merah setiap hari merasakan polusi yang disebabkan oleh perusahaan. Meskipun memang ada beberapa program dana atau sifatnya santunan social yang diberikan perusahan namun itu kurang begitu tepat sasaran entah dimana nyangkutnya, yang pasti kontribusi kongkrit masih perlu ditingkatkan. Jika perusahaan tidak ingin disebut  neoliberal yang hanya pro pasar dan membela kepentingan asing.

Oleh karenanya jika Posco beroprasi  yang digadang-gadang akan banyak menyerap ribuan tenaga kerja dan sekitar  70% akan diambil dari daerah setempat harus benar-benar dibuktikan. Meskipun penulis sedikit meragukan akan keseriusan janji tersebut.

 Argumentasinya adalah  KS yang memiliki saham minoritas sekitar 30% akan kesulitan untuk mengambil langkah-langkah setrategis.KS tidak akan berani mengambil langkah yang berlawanan dengan kebijakan pemodal. Apalagi tersiar kabar bahwa jajaran direksi, komisaris sampai presiden direktur lebih banyak di kuasai oleh perwakilan Posco.
Asumsi dasarnya dengan posisi KS yang kurang berdaya dapat dipastikan kebijakan pro rakyat local diragukan.  Dalam logika ekonomi sudah pasti pemilik saham mayoritas yang memiliki keleluasaan mengontrol perusahaan. Meminjam pemikiran Yoshihara Kunio (1990: 7-8)  jika capital berasal dari perusahaan asing, maka perusahaan dimana tempat perusahaan domisili tidak akan mempunyai kewenagan apapun. Karena  tim manajemen diatur oleh investor yang kemudian melakukan control manajemen  melalui kepemilikan saham.

Ketimpangan Sosial
Banyaknya perusahaan asing yang menginvestasikan sahamnya di Kota Cilegon merujuk fakta dilapangan eksistensinya lebih menguntungkan kapitalisme global. Sedangkan manfaat bagi lingkungan dimana prusahaan berdomisili frekwensinya sedikit. Justru munculnya perusahaan tersebut melahirkan ketimpangan antara perusahaan dan lingkungan dimana perusahaan beroprasi. lebih jauh Lihat saja dari fakta di lapangan bahwa perusahaan seringkali kurang mementingkan kearifan local. logikanya adalah hanya untung dan untung padahal masyarakat setempat terutama yang berada di zona merah setiap hari merasakan polusi yang disebabkan oleh perusahaan.

Pengaruh negatif dari perusahan adalah dengan munculnya pencemaran lingkungan dengan membawa bau busuk dan membuat air menjadi tidah bersih hal ini diakibatkan  oleh limbah pabrik. Realitas demikian menggambarkan bahwa  perusahaan- perusahaan asing sesungguhnya hanya mengejar nilai bisnis, dan dalam hal ini perusahaan menerapkan kebijakan untuk menekan biaya produksi seefisien mungkin. Dalam logika kapitalis  untuk menekan biaya produksi dan  perusahaan agar tidak  rugi maka perusahaan menempuh jalan  dengan cara menempatkan bahan baku dan komponen yang dapat  didaur ulang. Bukan fiktip perusahaan industri di Kota Cilegon keuntungannya lebih banyak  dinikmati perusahaan multinasional  (investor ).

Dalam konteks ini mungkin saja tidak sepenuhnya kesalahan perusahaan jika pemerintah membuat dan menjalankan regulasi yang tepat maka danpak negative perusahaan seperti ketimpangan social, ketimpangan ekonomi dan kerusakan lingkungan dapat diminimalisir. Karl Polanyi mengingatkan jika mekanisme pasar menjadi satu-satunya pengatur nasib  manusia dan lingkungan alam, bahkan satu-satunya pengatur nilai dan kegunaan daya beli akan “meluluhlantahkan” masyarakat. Dengan kata lain dia menyatakan jika mekanisme pasar berkembang menurut hukumnya sendiri, dia akan menciptakan keburukan-keburukan yang maha dahsyat. (Polanyi, 2003:178-179)

Paparan di atas sesungguhnya boleh jadi merupakan suatu bentuk keprihatinan masyarakat secara umum yang tidak menikmati  dari sejumlah operasi perindustrian di Kota Cilegon. Sekaligus ungkapan kekecewaan terhadap sekelompok minoritas, yang dapat menikmatinya.
Jika saja ketimpangan diatas ditanyakan pada pihak perusahaan pasti akan membantah sekeras-kerasnya, dengan dalih pihak perusahaan telah membayar pajak, telah terlibat dalam program Community Development yang disepakati bersama dengan pemerintah daerah.

Lantas pertanyaannya dimana letak kontribusi kongkrit perusahaan terhadap masyarakat lokal. Apa cukup dengan jawaban bahwa dampak positf perusahaan asing dapat menambah PAD cilegon, atau adanya perusahaan asing memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. Yang pasti kenyataaanya masyarakat sekitar dimana perusahaan asing berkuasa masih mengalami kesenjangan.

No comments: