Oleh: Achmad Rozi El Eroy
Dalam dunia pergerakan lembaga swadaya masyarakat (LSM), persoalan kualitas sumberdaya manusia menjadi perhatian utama, sebab dengan sumberdaya manusia yang handal akan mampu mengerakkan dan mendayagunakan seluruh kekuatan sumberdaya organisasi lainnya secara optimal. Maka wajar kalau kita melihat dan mendapati banyak lembaga swadaya masyarakat memberikan perhatian lebih besar kepada aspek pengembangan sumberdaya manusia melalui serangkaian program pendidikan, pelatihan, pemberdayaan dan pengembangan secara terus menerus, terorganisir dan sistematis. Dimana muara dari semuanya itu yang ingin dicapai pada sisi internal adalah dalam rangka mencapai visi dan misi serta tujuan besar dari lembaga swadaya masyarakat tersebut didirikan, yaitu bagaimana memberikan dan melaksanakan proses pemberdayaan dan pengembangan masyarakat menjadi lebih baik, lebih berdaya, dan tercerahkan. Sementara pada sisi eksternal, tujuan dari perhatian terhadap kualitas sumberdaya manusia adalah yaitu meningkatkan kinerja organisasi (baca:LSM) sehingga lebih produktif serta memiliki kontribusi terhadap proses pemberdayaan masyarakat secara mikro, dan pembangunan bangsa secara makro.
Perilaku Organisasi yang sehat
Mengapa kita mengelola organisasi? Tak lain adalah agar organisasi itu bisa hidup selama mungkin (sustainable). Tak gampang memang, tetapi itulah tugas yang harus diemban oleh seorang pengurus (baca: pimpinan). Dalam mengelola organisasi ada dua hal penting yang secara fundamental harus dilihat oleh para pimpinan, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah semua faktor sumberdaya yang berada dalam internal organisasi, misalnya sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, struktur organisasi dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor diluar organisasi, misalnya pemerintah, investor, dan lain sebagainya. Organisasi dalam rangka mempertahankan dan mengembangkan hidupnya selalu mengalami pasang surut, dan yang seperti itu adalah sebagian kecil dari salah satu dari proses menuju kematangannya.
Dalam proses menuju kematangannya, anggota-anggota organisasi yang notabene adalah aktivis LSM terlibat aktif di dalamnya. Dalam kontek ini perilaku-perilaku individu inilah yang kemudian memberikan kontribusi dalam proses kematangan organisasi. Bahkan boleh disebut, perilaku individu ini merupakan urat nadi berkembang tidaknya organisasi. Tugas pimpinan organisasi adalah bagaimana mengelola perilaku-perilaku anggota organisasi tersebut menjadi sehat dan produktif, dalam arti sehat dalam berfikir dan produktif dalam bertindak. Dengan dua hal tersebut, menjadi prasyarat berkembangnya perilaku organisasi yang sehat, rasional dan visioner.
Mengembangankan Budaya Rasional
Kebudayaan sebagai hasil karya, cipta dan karsa manusia dalam perjalanan sejarahnya dimulai dari yang paling sederhana, berkembang dan terus maju terus setahap demi setahap sampai pada kompleks dan modern. Budaya yang bertambah maju secara akumulatif, mutunya semakin meningkat, sehingga didalamnya sering ditemui unsur-unsur kebudayaan yang bersifat dinamis. Budaya itu akan berpengaruh langsung pada kehidupan individu dan masyarakat dalam mewujudkan eksistensinya masing-masing. Budaya yang dipengaruhi nilai-nilai agama secara bersama-sama akan membentuk system nilai yang mewarnai sikap mental dan membatasi tingkah laku individu dan kelompok. System dan nilai yang tergambar didalam budaya tersebut pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap pola sikap, pola pikir dan pola tindakan manusia, dan kondisi tersebut tidak terkecuali juga akan dirasakan oleh para aktifisis LSM.
Sebagai sebuah organisasi non profit, LSM sudah seharusnya mampu mengembangkan sebuah Budaya organisasi yang bervisi rasional dan transformatif. Budaya LSM penting untuk diwacanakan, karena dua alasan; Pertama, Budaya akan mengikat secara emosional dan psyikologis dan sadar para aktivis LSM untuk memiliki sense of belongin yang tinggi terhadap organisasinya. Kedua, dengan adanya budaya organisasi, akan mampu meminimalisir dan bahkan menghilangkan adanya berbagai kepentingan pribadi (vested interest) masuk ke dalam institusi LSM. Ketiga, memastikan adanya kesamaan pandangan diantara para pengurus LSM dalam mengelola organisasi secara profesional. Budaya LSM dibentuk dan dikembangkan oleh dan akan ditentukan oleh pelaku LSM sebagai ciri-ciri utama budaya mereka sampai batas tertentu. Dalam konteks ini rasionalitas budaya menjadi satu kebutuhan bersama yang harus segera mungkin diwujudkan dalam bentuk perilaku yang sehat dan santun. LSM sebagai organisasi non profit yang yang berbasis pada pemberdayaan dan pencerahan masyarakat, secara internal harus mampu menampilkan dan mengembangkan sebuah budaya yang rasional, yaitu budaya yang dapat diterima semua kalangan, baik internal maupun eksternal.
Agenda LSM Banten
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka terdapat dua hal penting yang harus dijadikan sebagai agenda dan refleksi bagi LSM didalam melakukan serangkaian gerakan-gerakan sosialnya di masyarakat, Pertama; memperkuat pada visi Intelektualitas, LSM harus selalu dan senantiasa bersinggungan dengan hal-hal yang berdimensi pada intelektualitas, karena hanya dengan kapasitas intelektual yang dimiliki, maka akan tercipta proses pencerahan yang semestinya; kedua menjaga Independensi, nilai ini mutlak dimiliki oleh setiap aktifis LSM baik secara personal ataupun secara institusi. Jika menginginkan tumbuhnya sebuah budaya yang rasional. Independensi (Kemerdekaan) dalam arti yang luas misalnya kemerdekaan berfikir dan berpendapat merupakan hak asasi yang harus dihormati dan dihargai. Unsur patronase, unsur patriaki dan lain sebagainya merupakan penghambat lahirnya kemerdekaan berfikir dan berpendapat.
Era reformasi dan otonomi daerah telah melahirkan begitu banyak LSM yang bersifat instan, sebagian besar LSM lahir bukan dalam konteks gerakan sosial dan jaringan sosial yang luas, tetapi sebagai bentuk respons atas proyek-proyek pemerintah maupun sebagai bentuk “gerakan politik” untuk memainkan kepialangan politik. LSM yang berorientasi proyek selalu kasak-kusuk mencari proyek, entah melalui lobby atau melontarkan kritik keras kepada Pemda agar mereka memperoleh proyek. LSM “gerakan politik” sangat rajin melakukan kasak-kusuk menjadi broker politik dalam pemilihan kepala daerah, maupun pejabat teras di daerah. Dan ketiga membangun dan mengembangkan iklim Transparansi, transparansi merupakan suatu kondisi dimana masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang proses pengambilan keputusan dan alasan logis pengambilan keputusan. Juga masyarakat mendapat kesempatan untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh organisasi publik dan untuk apa hal itu dilaksanakan
Akhirnya dengan mengusung tiga agenda diatas, diharapkan kehadiran LSM di Banten dapat lebih mewarnai dinamika proses pembangunan Banten kearah yang lebih baik, dan lebih kontributif terhadap dinamika sosial masyarakat. Saat ini tidak cukup dengan jumlah LSM yang banyak, tetapi harus juga lebih diperkuat pada sisi kapabilitas dan kredibilitas LSM tersebut ditengah-tengah masyarakat, jangan sampai kehadiran LSM yang banyak malah membuat masyarakat menjadi antipati dan dan bahkan cenderung mencibir negatif adanya LSM tersebut. Wallahu’alam Bishowaf.®
No comments:
Post a Comment