Berita tentang penyimpangan APBD Propinsi Banten yang dilansir oleh media masa lokal dan nasional beberapa waktu lalu membuat kita prihatin, bagaimana tidak disaat banyak rakyat hidup miskin, pendidikan semakin mahal, pelayanan publik yang juga tidak kunjung membaik, kita disuguhi sebuah berita yang sangat memalukan, yaitu Ada Penyimpangan Dana APBD Banten Rp 166,69 Miliar pada tahun 2007. Dan yang lebih memalukan lagi bahwa penyimpangan Anggaran terjadi juga pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2006 sebesar 703,98 Milyar dimana 659,87 Milyar belum dikembalikan ataupun diperbaiki. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan APBD Pemprov Banten tahun 2005. perwakilan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyebutkan, setidaknya pada tahun 2004 dan 2005 APBD propinsi Banten terjadi penyimpangan. Dari 19 temuan dengan total kerugian daerah sebesar Rp12 miliar itu terdiri dari kasus penyimpangan dalam APBD 2005 sebesar Rp8,077 miliar dan APBD 2004 sebesar Rp4,148 miliar, kekurangan penerimaan sebesar Rp5 miliar dan kekurangan administrasi sebesar Rp72,992 miliar.
Lebih mengejutkan lagi bahwa berdasarkan laporan Perwakilan BPK, Kabupaten Serang pun melakukan hal yang sama didalam pengelolaan APBD nya, yaitu terdapat penyimpangan APBD. Berdasarkan hasil temuan, Penyimpangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Serang, untuk tahun 2007 mencapai Rp 51,06 miliar. Selain itu, laporan keuangan yang diajukan Pemerintah Kabupaten Serang dianggap kacau sehingga harus diperbaiki. Setidaknya, BPK mendapati 33 temuan penyimpangan APBD dengan total nilai Rp 51,06 miliar. Terdiri dari temuan yang berindikasi mengakibatkan kerugian daerah Rp 1,19 miliar, temuan kekurangan penerimaan daerah Rp 2,03 miliar, dan temuan penyimpangan administrasi yang mencapai Rp 47,84 miliar. Menurut laporan BPK, baru Rp 877,46 juta yang ditindaklanjuti, yakni dikembalikan atau ditemukan penggunaannya, sedangkan Rp 50,18 miliar penyimpangan anggaran di antaranya belum ditindaklanjuti. Dengan demikian, menurut BPK, sisa penyimpangan anggaran yang mengakibatkan kerugian negara berkurang menjadi Rp 650,73 juta. Begitu pula besaran kekurangan penerimaan sudah berkurang menjadi Rp 1,89 miliar, dan penyimpangan administrasi berkurang menjadi Rp 47,63 miliar. Selain penyimpangan anggaran, BPK menilai laporan keuangan yang dibuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang tergolong buruk.
Soal Akuntabilitas ?
Jika kita merenungkan kembali hasil-hasil temuan BPK diatas yang berkaitan dengan penyimpangan-penyimpangan APBD, baik dilevel Propinsi maupun di level Kabupaten/Kota tentunya kita menjadi bertanya-tanya, tidakkah pemerintah menggunakan prinsip-prinsip Akuntabilitas didalam pengelolaan APBD nya? Atau apakah pemerintah tidak menjalankan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Goverment)? Sehingga setiap tahun terjadi kesalahan-kesalahan yang serupa, yaitu adanya penyimpangan APBD?
John Piere dan B Guy Peters (2002:2 ) yang dikutip oleh Riant Nugroho (2004:223) menyatakan bahw substansi dari Pemerintahan yang baik dan bersih ( good governance) adalah; pertama Akuntabilitas, yaitu bahwa Para pengambil keputusan yang menyangkut kepentingan publik (baik pihak Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat), harus siap secara terbuka mempertanggungjawabkan keputusannya kepada publik. Dan Pejabat publik tidak hanya bertanggungjawab kepada atasannya, tetapi juga kepada seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders); Kedua Transparansi, yaitu bahwa Masyarakat berhak mendapatkan informasi tentang proses dan alasan pengambilan keputusan; Ketiga Fairness atau keadilan, yaitu Pemerintahan yang baik mampu mengatur pemberian kesempatan secara adil berdasarkan nilai-nilai yang berterima kepada masyarakat. Dan Keempat adalah Responsivitas atau ketanggapan, yaitu bahwa pemerintah harus peka dan tanggap terhadap keluhan dan aspirasi masyarakat.
serta pemerintah harus membuka diri untuk dikritik, dan membuka diri untuk memberi jawaban dan melakukan perbaikan, apabila perlu.
Dalam pembicaraan mengenai good governance, salah satu soal mendasar yang harus diperbaiki adalah berkaitan dengan akuntabilitas. Menurut Andi S Muhtar, (2007) Setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam konteks akuntabilitas; yaitu penerapan akuntabilitas secara konsisten memerlukan penerapan prinsip transparansi dan independensi, penerapan prinsip kuntabilitas akan berkait langsung dengan kinerja pemerintahan dalam pelayanan publik, dan akuntabilitas dapat menghubungkan antara kontrol serta memiliki kepentingan untuk saling memperkuat dan mengontrol.
Akhirnya dengan adanya berbagai laporan-laporan penyimpangan APBD diatas, sudah seharusnya kita sebagai bagian dari elemen stakeholder di Banten mendorong kepada pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislative untuk segera merumuskan peraturan daerah (perda) tentang transaparansi pengelolaan APBD. Kehadiran perda transparansi dirasakan perlu untuk dijadikan sebagai media dalam mewujudkan dan mengimplementasikan nilai-nilai kepemerintahan yang baik dan bersih, sehingga dapat mengeliminir terjadinya penyimpangan-penyimpangan APBD yang seringkali terjadi setiap tahun. Dan yang lebih penting lagi dengan adanya perda transparansi tersebut, masyarakat memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang proses pengambilan keputusan dan alasan logis pengambilan keputusan tersebut. Juga masyarakat mendapat kesempatan untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh organisasi publik dan untuk apa hal itu dilaksanakan. Wallahu’alam Bishowaf.